Masih melekat dalam ingatanku, pertama kalinya kau mengajakku ke sebuah tempat yang dipenuhi dengan air yang terlihat biru di mataku dan tentunya pula matamu.. Yaa... itu memang laut.. Sejak kecilku sebuah pertanyaan yang selalu berjingkrak-jingkrak di dalam kepalaku "kemana saja kau dan sosokmu pergi saat matahari mulai tenggelam hingga terbit fajar??" Jawaban itu pun terungkap seiring berpuluh hingga beratus hari yang berlalu sampai saatku mulai mengerti. Rupanya kau seorang petarung di tengah lautan.
Kau adalah pahlawan bagi saya dan mereka. Sosokmu yang tangguh dengan raga yang keras tak membuatmu canggung untuk selalu bersenda-gurau dengan kami. Selalu ada saja perkataanmu yang membuatku memecah keheningan dengan tawa keras. Hingga 20 tahun ku lanjutkan hembusan nafas ini kau tetap terlihat sosok yang memiliki semangat yang sulit dicari tandingannya. Dalam umurmu yang renta entah kenapa dipikiranmu hanya ada kata "kerja, kerja dan kerja". Bukan sebuah tanda meremehkanmu namun memang sudah tepat bila sudah waktunya raga itu menikmati hasil akan keberhasilan yang telah dicapai setelah berpuluh-puluh tahun menjadi pahlawan. Seharusnya kau bisa mengindahkan nasehat itu, mereka telah berhasil setidaknya nikmatilah hasil jerih payah mereka sebagai tanda balas budi akan kesungguhanmu sebagai orang yang bertanggung jawab atas beribu tawa, canda,bahagia dan duka yang terselip di setiap degupan jantung kami.
Terlambat..., bahkan disaat terakhir kepergianmu pun sosok raga itu tak sempat lagi ku peluk untuk terakhir kalinya. Bagaimana kini keadaanmu disana? masih tetapkah dengan semangatmu itu?. Gubuk yang kau bangun dan kamar yang selalu kau tempati untuk melepas lelahmu sekarang tampak sepi, berdebu, tak terurus. Masih sering ku pandangi langit dari jendela di kamarmu tapi semua berbeda ketika kau masih ada, menjadi orang pertama yang menemukanku mendongakkan kepalaku di luar jendela "sedang apa?". Tak sempat ku acuhkan pertanyaan itu hanya menoleh ke belakang memastikan siluetmu lalu kembali melihat keluar. Terlalu banyak ku dengar dari orang yang kau kasihi tentang kisah yang hampir merenggut nyawamu. Kau hanya tertawa terbahak-bahak ketika peristiwa yang kau bilang peristiwa konyol itu diceritakan kembali pada kami, seolah lelucon. Namun itu bukan lagi lelucon, nyatanya kau telah pergi menghadap ke pangkuan-Nya.
Kek,, mengingat leluconmu dalam setiap lengkungan senyum yang terpampang dari wajah aroganmu. Ku titipkan doa pada-Nya agar kau tetap menjadi seseorang yang terkasih disana. Memang takkan ada yang abadi dalam kasat raga, namun dalam kenangan itu akan tetap nyata.
Kau tercipta untuk hidup
Memberi warna melebihi pelangi
Tak perlu banyak tingkahmu
Tak perlu banyak tingkahmu
Cukup satu pelukan...
Untuk tetap menjaganya agar tak pernah lepas
untukmu, Kakekku Terarogan Alm. Samsa. K
mauka nangis baca,,ku ingat nenekku radilll...
BalasHapusknapa jadi kau yang mau nangis??
BalasHapussaya saja orang yg satu satunya di keluarga yg nda smpat lihat diakhir tarikan nafasnya biasaji tulis na.. :p
kalo bikin sdihko jangan dibaca... diliati saja